Selasa, 10 Juli 2012

KEWENANGAN BIDAN DI KOMUNITAS

Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat, yang meliputi :

1. Pengetahuan dasar
a.    Konsep dasar dan sasaran kebidanan komunitas.
b.    Masalah kebidanan komunitas.
c.    Pendekatan asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan masyarakat.
d.    Strategi pelayanan kebidanan komunitas.
e.    Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dan masyarakat.
f.     Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
g.    Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.
2. Pengetahuan tambahan
1.    Kepemimpinan untuk semua (Kesuma)
2.    Pemasaran social
3.    Peran serta masyarakat
4.    Audit maternal perinatal
5.    Perilaku kesehatan masyarakat
6.    Program – program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak (Safe Mother Hood dan Gerakan Sayang Ibu).
7.    Paradigma sehat tahun 2010.

3. Keterampilan dasar
a.    Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita dan KB di masyarakat.
b.    Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.
c.    Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes.
d.    Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk mendukung upaya kesehatan ibu dan anak.
e.    Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.
f.     Melakukan pencatatan dan pelaporan

4. Keterampilan tambahan
a.    Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.
b.    Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
c.    Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan kewenangannya.
d.    Menggunakan tehnologi tepat guna.

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS


A. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat.
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek sehari-hari. Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan kurikulum pendidikan serta dapat membantu dalam penentuan kebutuhan operasional untuk penerapannya, misalnya kebutuhan pengorganisasian, mekanisme, peralatan dan obat yang diperlukan serta ketrampilan bidan. Maka, ketika audit terhadap pelayanan kebidanan dilakukan, kekurangan yang berkaitan dengan hal-hal tersebut akan ditemukan sehingga perbaikannya dapat dilakukan secara lebih spesifik.
Adapun ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut :
A. Standar Pelayanan Umum (2 standar)
Standar 1 : Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Standar 2 : Pencatatan dan pelaporan
B. Standar Pelayanan Antenatal (6 standar)
Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil
Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Standar 5 : Palpasi Abdominal
Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Standar 8 : Persiapan Persalinan
C. Standar Pertolongan Persalinan (4 standar)
Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I
Standar 10 : Persalinan kala II yang Aman
Standar 11 : Penatalaksanaan aktif persalinan kala III
Standar 12 : Kala II dengan Gawat Janin melalui Episiotomi

D. Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
Standar 14 : Penanganan pada Dua Jam Pertama Persalinan
Standar 15 : Pelayanan bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas

E. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri – Neonatal (9 standar)
Standar 16 : Penanganan Perdarahan pada Kehamilan trimester III
Standar 17 : Penanganan Kegawatan pada Eklamsia
Standar 18 : Penanganan Kegawatan pada Partus Lama/Macet
Standar 19 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstraktor
Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta
Standar 21 : Penanganan Perdarahan Postpartum Primer
Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder
Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis
Standar 24 : Penanganan Asfiksia Neonatorum
B. KODE ETIK BIDAN
Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal dari suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian kepada profesinya baik yang berhubungan dengan klien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Secara umum tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, serta meningkatkan mutu profesi.
Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 yang disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X, petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI XII pada tahun 1998.
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yang dapat dibedakan menjadi tujuh bagian, yaitu
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
a.    Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
b.    Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c.    Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
d.    Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
e.    Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
      a.      Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
      b.      etiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan.
      c.      Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.

3. Kewajiban bidan terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
a.    Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
b.    Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
      a.      Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
      b.      Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
      c.      Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
a.    Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan  baik
b.    Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c.    Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir)
a.    Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.
b.    Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
7. Penutup (1 butir).
Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik merupakan pedoman dalam tata cara keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan profesional.
C. STANDAR ASUHAN KEBIDANAN
Standar asuhan kebidanan sangat penting di dalam menentukan apakah seorang bidan telah melanggar kewajibannya dalam menjalankan tugas profesinya. Adapun standar asuhan kebidanan terdiri dari :
Standar I : Metode Asuhan
Merupakan asuhan kebidanan yang dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan tujuh langkah, yaitu : pengumpulan data, analisa data, penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Standar III : Diagnosa Kebidanan
Diagnosa Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien sesuai dengan wewenang bidan berdasarkan analisa data yang telah dikumpulkan.
Standar IV : Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Standar VI : Partisipasi klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Standar VII : Pengawasan
Monitoring atau pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Standar VIII : Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan.
D. REGISTRASI PRAKTIK BIDAN
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun intenasional oleh International Confederation of Midwives (ICM). Dalam menjalankan tugasnya, seorang bidan harus memiliki kualifiksi agar mendapatkan lisensi untuk praktek .
Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
Setelah bidan melaksanakan pelayanan dilapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kewenangannya1. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
 Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1.
Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai registrasi dan praktik bidan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari Permenkes No.572/MENKES/PER/VI/1996). Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan.
Bukti tertulis seorang bidan telah mendapatkan kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Indonesia disebut dengan Surat Izin Bidan (SIB), setelah bidan dinyatakan memenuhi kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental bidan mampu melaksanakan praktek profesinya.
Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB dengan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima ijazah bidan.
Kelengkapan registrasi meliputi :
1. Fotokopi ijazah bidan.
2. Fotokopi transkrip nilai akademik.
3. Surat keterangan sehat dari dokter.
4. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.

Bidan yang menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan perorangan harus memiliki SIPB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dengan melampirkan persyaratan yang meliputi :
  1. Fotokopi SIB yang masih berlaku.
  2. Fotokopi ijazah bidan.
  3. Surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.
  4. Surat keterangan sehat dari dokter.
  5. Rekomendasi dari organisasi profesi.
  6. Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar. SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB BIDAN DI KOMUNITAS

1.    Tugas utama bidan di komunitas
Melakukan pengolahan pelayanan ibu hamil, nifas dan loktasi bagi bayi dan balita
Ø  Mengidentifikasi status ibu dan anak
Ø  Melakukan pertolongan persalinan di rumah dan polindes
Ø  Mengelola polindes
Ø  Melaksanakan kunjungan rumah pada ibu hamil, nifas, dan loktasi bayi serta balita
Ø  Melakukan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat
Ø  Untuk menolong upaya-upaya kesehatan ubu dan anak
Ø  Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan
Ø  Melaksanakan pencatatan dan pelapukan
2.    Tugas tambahan bidan di komunitas
Ø  Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan plus-KIA
Ø  Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi
Ø  Mengelola dan memberikan obat-obatan sesuai dengan kewenangannya
Ø  Menggunakan teknologi kebidanan tepat guna
3.    Tanggung jawagb bidan di komunitas
Ø  Menjaga agar pengetahuannya tetap up-to-date. Terus mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemahirannya agar bertambah luas serta mencakup semua aspek dari peran seorang bidan
Ø  Mengenali batas-batas pengetahuan, keterampilan pribadinya dan tidak berupaya melampaui wewenangan dalam praktek kliniknya
Ø  Menerima tanggung jawab untuk mengambil keputusan serta konsekwensi dari keputusan itu
Ø  Berkomunitas dengan pekerja kesehatan professional lainnya (bidan, Dokter, dan perawat) dengan bias hormat dan martabat
Ø  Memelihara kerja sama yang baik dengan staf kesehatan dan rumah sakit pendukung untuk memastikan sistem penyuluhan yang optimal
Ø  Kegiatan memantau mutu, yang bisa mencakup penilaian sejawat, pendidikan berkesinambungan, kaji ulang kasus-kasus, dan audit maksimal / perinatal
Ø  Bekerja sama dengan masyarakat dimana ia berpantau meningkatkan aksis dan mutu asuhan kesehatan
Ø  Menjadi bagian dari upaya untuk meningkat status wanita serta kondisi hidup mereka serta menghilangkan prakte-praktek kultur yang sudah terbukti merugikan kaum wanita
a.    Bidan praktek swata
Petunjuk pelaksanaan praktek bidan
1.    Pendahuluan
Umum
Ø  Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan terdepan kepada masyarakat mempunyai kedudukan penting oleh karena itu perlu selalu meningkatkan mutu pelayanannya
Ø  Agar bidan dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik perlu adanya pengaturan yang mudah dipahami oleh bidan
b.    Tujuan
Ø  Mempermudah bidan untuk memahami dam melaksanakan ketentuan-ketentuan yang sudah yang sudah ditetapkan serta memberikan kejelasan batas-batas kewenangannya. Dalam menjalankan praktek sehingga meningkatkan mutu pelayanan
Yang diberikan serta meningkatkan citra yang baik bagi bidan
Ø  Memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi bidan sebagai pemberi pelayanan serta masyarakat penerima pelayanan
II.   Penyelenggaraan praktek
1.    Bidan dalam menjalankan prakteknya harus :
a.    Memiliki tempat dan ruangan praktek yang memenuhi persyaratan kesehatan
b.    Menyediakan tempat tidur untuk persalianan 1 (satu) maksimal 5 (lima) tempat tidur
c.    Memiliki peralatan minimal sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan prosedurnya tetap (protap) yang berlaku
d.    Menyediakan obat-obatan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlalu
2.    Bidan yang menjalankan praktek harus mencantumkan surat izin praktek bidannya atau fotocopy izin praktek bidannya atau fotocopy izin prakteknya diruang praktek atau tempat yang mudah dilihat
3.    Bidan dalam prakteknya menyediakan lebih dari 5 tempat tidur harus memperkerjakan tenaga bidan yang lain memiliki SIPB untuk membantu tugas pelayanannya
4.    Bidan yang menjalankan praktek harus mempunyai peralatan minimal sesuatu dengan ketentuan yang berlalu dan harus tersedia tempat prakteknya
5.    Peralatan yang wajib dimiliki dalam menjalankan praktek bidan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan
6.    Dalam menjalankan tugas bidan haru senantiasa mempertahankan dan meningkatkan keterampilan prosesnya antara lain dengan :
a.    Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan atau saling tukar informasi dengan sesama bidan
b.    Mengikuti kegiatan akademis dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh organisasi prosesi
c.    Memelihara dan mearawat peralatan yang digunakan untuk praktek agar tetap siap dan berfungsi dengan baik

STRATEGI PELAYANAN KEBIDANAN DI KOMUNITAS

Pendekatan Edukatif dalam Peran Serta Masyarakat
          Pendekatan edukatif adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis, terencana, terarah, dengan partisipasi aktif individu, keluarga, masyarakat secara keseluruhan untuk memecahkan masalah yang dirasakan oleh masyarakat dengan memperhitungkan faktor ekonomi dan budaya setempat.
Dasar pemikiran :
1.    Pelayanan kesehatan harus dikembangkan dan bertolak dari pola hidup dibidang kesehatan
2.    Pelayanan kesehatan merupakan bagian integral dari sistem kesehatan nasional dan pola pelayanan di masiing-masing tingkat administrasi harus serasi dan saling menunjang
3.    Pelayanan kesehatan terintegrasi dengan kegiatan sektor lain dan merupakan pelayanan terpadu dan terkoordinir
4.    Masyarakat setempat harus dilibatkan secara aktif dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program sesuai dengan masalah dan kebutuhan prioritas setempat. Oleh karena itu perlu interaksi yang dinamis, timbal balik dan berkesinambunganantara masyarakat dan prosedur
5.    Pelayanan yang diberikan harus mampu memacu, menggali dan memanfaatkan potensi yang ada
6.    Pelayanan yang diberikan hendaklah dilaksanakan oleh petugas yang bisa diterima oleh masyarakat dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang sudah disiapkan
Partisipasi diarahkan untuk :
1.    Meningkatkan pengetahuan dan awareness (kesadaran) tentang tanda bahaya (masyarakat, tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat)
2.    Meningkatkan kesiapan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi persalinan dan bahaya yang mungkin terjadi (pendanaan dan transportasi)
3.    Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatn pelayanan kesehatan ibu dan anak
4.    Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penjagaan mutu pelayanan
Pelayanan yang Berorientasi pada Kebutuhan Masyarakat
Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (Kode Etik Bidan Indonesia)
1.    Sikap bidan terhadap klien, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
2.    Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klie, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
Langkah-langkah :
1.    Bersama tim kesehatan dan pemuka masayarakat mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan dan mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah kerja
2.    Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama masyarakat
3.    Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta sesuai dengan rencana
Dengan makin terlihatnya ketersediaan sumber daya termasuk pembiayaan pelayanan kesehatan ibu dan anak, penentuan kegiatan prioritas yang langsung mempengaruhi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sangat penting. Untuk itu, program harus mampu merencanakan kegiatan yang cost effective berdasarkan sumber daya yang ada dan menggali sumber daya dari sector lain, swasta dan masyarakat.
Menggunakan / Memanfaatkan Fasilitas dan Potensi yang Ada di Masyarakat
1.    Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta Keluarga Berencana (KB) termasuk sumber-sumber yang ada pada program dan sektor terkait.
2.    Menggerakkan, mengembangkan kemampuan masyarakat dalam memelihara kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.

MASALAH-MASALAH KEBIDANAN DI KOMUNITAS

Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi. Pertama: yang laten yaitu kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat bebagai faktor termasuk pelayanan kesehatan yang relatif kurang baik. Kedua ialah timbulnya penyakit degeneratif yaitu menopause dan kanker.
Dalam globalisasi ekonomi kita diperhadapkan  pada persaingan global yang semakin ketat yang menuntut kita semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana, terpadu dan berkesinambungan. Upaya tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni sejak janin dalam kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut.
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kesakitan dan kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk menjamin kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek input, proses dan output.
          Angka kematian Ibu (AKI) di Indonesia diperkirakan 248/100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007). Itu artinya jika diperkirakan setiap tahun ada lima juta ibu yang melahirkan maka setiap tahun pula ada sebanyak 18.000 Ibu yang meninggal dunia atau 2 orang ibu setiap satu jam. Dan tiga penyebab utama kematian ini adalah pendarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Berdasarkan data itu pula, Angka Kematian Ibu Indonesia menempati peringkat tertinggi di Asia Tenggara.
Persoalan  terpenting lainya adalah persoalan kelangsungan hidup anak. Dari 18 juta balita yang ada di Indonesia saat ini, paling tidak 5 juta diantaranya menderita kekurangan gizi dan 1,7 juta lainnya mengalami gizi buruk (Kompas,26/1/2007). Penyebabnya adalah faktor kemiskinan dan faktor lain adalah budaya dan ketidaktahuan. Hal ini pula yang menyebabkan tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Berdasarkan Human Development Report tahun 2007, AKB Indonesia bertengger pada posisi 43,5/1000 kelahiran hidup, dan itu artinya dari 5 juta bayi yang lahir, 217 ribu diantaranya meninggal dunia atau sekitar 650 anak setiap harinya.  
Penyebab kematian ibu adalah:
·            Perdarahan               42%
·            Eklampsi                   13%
·            Komplikasi Aborsi      11%
·            Infeksi                      10%
·            Partus lama                 9%
·            Tidak diketahui          15%
       Seperti :      -      Sosial ekonomi
-           Pendidikan
-           Kedudukan dan peran wanita
-           Sosial budaya
-           Transportasi
Penyebab kematian bayi adalah:
·         Derajat kesehatan hamil rendah dan komplikasi obstetri
·         Tumbuh kembang janin dalam kandungan terhambat
·         Proses persalinan (aspiksia, trauma, hipotemi)
Hasil survey dilaporkan bahwa Perilaku seksual remaja yang mengaku terus terang pernah hubungan seks adalah Perempuan : < 1% dan Laki-laki : 5%, dan hasil survey lainnya melaporkan siswa-siswi di 3 SMU DKI 2002 pernah hubungan seks, yang terdiri dari Laki-laki : 8,9% dan Perempuan : 7.2%.
Angka remaja hamil di indonesia masih sulit untuk didapatkan karena masih ditutupi / dirahasiakan. Dalam hal ini perlu peran para bidan untuk mensosialisasikan fungsi alat reproduksi di kalangan remaja pra puberitas dan puberitas.
Pengalaman seksual dan penggunaan kondom (Susenas, 2002)
Umur
15-19 tahun
34,7%
30,9%
20-24 tahun
48,6%
46,5%
Tempat tinggal
Kota
44,2%
44,1%
Desa
30,3%
29,9%
                    
Masalah yang berhubungan dengan kehamilan remaja adalah Jumlah / proporsi besar (22,9), penanganan belum komprehensif, kurangnya info yang benar dan adanya penolakan beberapa pihak sekolah terhadap pemberian pendidikan seks kepada remaja.
Akibat yang paling terlihat adalah meningkatkan angka arbosi yang tidak aman serta perkawinan usia muda.
          Berdasarkan penjelasan pasal 15 ayat 12 UU Kes No. 23 / 1992 dinyatakan bahwa peluang untuk beraborsi tetap terbuka, tetapi hanya dilakukan dalam keadaan darurat. Pengertian Unsafe Abortion adalah pengguguran kandungan yang dilakukan dengan tindakan yang tidak steril serta tidak aman, secara medis.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari Aborsi adalah :
1.    Gangguan psikis
2.    Perporasi
3.    Infeksi
4.    Syok
          Peran bidan dalam menangani Unsafe Abortion adalah memberikan penyuluhan pada klien tentang efek-efek yang ditimbulkan dari tindakan unsafe abortion. Untuk bidan atau nakes perlu disadari bahwa siapa saja yang melakukan tindakan aborsi tanpa indikasi  (ilegal) akan dijerat hukum denda dan hukuman kurungan serta perjanjian kepada Tuhan yang Maha Esa.
Berat badan bayi < 2500 gram. Masih rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan, semakin tinggi morbilitas dan mortilitas bayi. Faktor predisposisi BBLR adalah:
1.    Faktor ibu
·         Riwayat kelahiran prematur sebelumnya
·         HAP
·         Malnutrisi
·         Hidramnion
·         Penyakit kronis (jantung)
·         Hipertensi
·         Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun
·         Jarak kehamilan < 2 tahun
2.    Faktor janin
·         Cacat bawaan
·         KPD
·         Hidramnion
3.    Ekonomi yang rendah
4.    Kebiasaan
·         Pekerjaan yang melelahkan
·         Merokok
5.    Tidak diketahui
          Tingkat fertilitas / tingkat kesuburan yang mana sumbernya adalah PUS (Pasangan Usia Subur) merupakan salah satu masalah kebidanan komunitas yang perlu mendapatkan perhatian karena dengan tingginya tingkat fertilitas tanpa diiringi oleh tingkat pengetahuan akan sistem reproduksi akan meningkatkan AKI dan AKB. Peran bidan adalah memberikan penyuluhan pada PUS tentang sistem reproduksi dalam kehidupan suami-istri.
          Biasanya disebabkan oleh tingkat kepercayaan masyarakat pada dukun masih tinggi, rendahnya profesionalisme bidan dalam menolong persalinan, kurangnya pendekatan personal antara bidan dan bumi, peran bidan dalam hal ini adalah lebih meningkatkan kebersamaan dengan anggota masyarakat meningkatkan profesionalisme dalam bidang pertolongan persalinan / ilmu kebidanan
PMS adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Umumnya mata rantai penularan PMS adalah PSK. Rasio penularan akan meningkat bila pemakaian kondom dan hubungan seksual dengan PSK tidak dilakukan. PMS yang banyak ditemui Gonorrhoe (60), Sifilis, Trikomoniasis, Herpes simplek, HIV / AIDS.
          Peran bidan adalah memberikan penyuluhan tentang resiko yang ditimbulkan akibat seks bebas yang dilakukan bukan dengan pasangan yang sah terutama dengan PSK, penyuluhan tentang penggunaan kondom dalam kondisi tertentu. Perilaku dan sosial budaya yang berpengaruh pada pelayanan kebidanan di komunitas.
Masalah-masalah lain yang berhubungan dengan sosial budaya masyarakat adalah :
o  Kurangnya pengetahuan, salah satunya dibudang kesehatan
o  Adat istiadat yang dianut / berlaku di wilayah setempat
o  Kurangnya peran serta masyarakat
o  Perilaku masyarakat yang kurang terhadap kesehatan
o  Kebiasaan-kebiasaan / kepercayaan negatif yang berlaku negatif dan positif.
         
          Sosial budaya yang ada di masyarakat memberi 2 pengaruh pada masyarakat tersebut yaitu: pengaruh negatif dan positif.
Sosial budaya masyarakat yang bersifat positif antara lain :
§  Rasa kekeluargaan dan semangat gotong royong
§  Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan
§  Rasa tolong menolong / perasaan senasib sepenanggungan
Sosial budaya masyarakat yang bersifat negatif antara lain :
§  Membuang sampah sembarangan sehingga timbul daerah kumuh
§  Penyalahgunaan obat-obatan
§  Industri-industri yang tidak memperhatikan pembuangan limbah yang baik
§  Wanita pekerja yang tidak dapat merawat anaknya dengan baik
§  Masalah kesehatan jiwa yang menonjol.